BPK menyatakan siapa saja yang tidak puas dengan hasil audit pembelian lahan Sumber Waras bisa menempuh jalur UU. Gubernur DKI Basuki T Purnama (Ahok) sebetulnya sudah melakukan hal itu, namun tak kunjung diklarifikasi.
Ahok telah melayangkan surat aduan ke Mahkamah Etik BPK RI sejak 8 bulan lalu, namun hingga kini tak kunjung diproses. Ahok mengaku tak pernah sekalipun dipanggil untuk diklarfikasi atas aduannya.
Surat Ahok itu tertanggal 3 Agustus 2015. Dalam salinan surat yang diterima detikcom, Kamis (14/4/2016), terlihat keterangan surat bersifat segera.
Surat tersebut ditujukan kepada Ketua Majelis Kehormatan Kode Etik BPK RI. Di awal suratnya, Ahok mengapresiasi kinerja BPK. Namun pada butir kedua, mantan Bupati Belitung Timur itu mulai menyampaikan keberatannya.
"BPK perwakilan Provinsi DKI Jakarta tidak menyampaikan konsep laporan hasil pemriksaan dan usulan rekomendasi kepada Pemerintah Provinsi DKI Jakarta sebelum laporan hasil pemeriksaan diserahkan ke DPRD Provinsi DKI Jakarta, sehingga Pemerintah Provinsi DKI Jakarta tidak mendapat kesempatan untuk memperbaiki dan menanggapi konsep laporan hasil pemeriksaan (LHP) rekomendasi BPK," kata Ahok dalam suratnya.
Kemudian Ahok pun membeberkan sejumlah fakta yang tidak sesuai dengan hasil audit BPK, lengkap dengan pemaparan aturan terkait hal tersebut. Ia mencantumkan pasal 16 ayat 4 UU No. 15 Tahun 2004 tentang Pemeriksaan Pengelolaan dan Tanggung Jawab Keuangan Negara, yang berisi tanggapan pejabat pemerintah yang bertanggung jawab atas temuan, kesimpulan, dan rekomendasi pemeriksaan, dimuat atau dilampirkan pada laporan hasil pemeriksaan.
Ahok juga mencamtumkan Peraturan milik BPK sendiri Nomor 01 tahun 2007. Isinya pun mengenai tanggapan dari pejabat yang bertanggung jawab. Juga Keputusan BPK Nomor 4/K/I-XIII.2/7/2014 tentang petunjuk Pelaksanaan Pemeriksaan keuangan dengan aturan serupa.
"Pidato BPK pada acara penyerahan LHP dalam Rapat Paripurna Istimewa DPRD yang menyatakan bahwa sebelum LHP atas Laporan Keuangan Pemerintah Provinsi DKI Jakarta diserahkan, BPK telah meminta tanggapan pada Pemprov DKI Jakarta atas konsep rekomendasi BPK, termasuk rencana aksi atau action plan yang akan dilaksanakan oleh pihak Pemerintah Provinsi DKI Jakarta, agar tata kelola keuangannya menjadi lebih accountable," tulis Ahok.
Pada surat aduannya, Ahok menyatakan tidak sependapat dengan temuan BPK dan rekomendasi terhadap dirinya untuk melakukan upaya pembatalan pembelian tanah RS Sumber Waras seluas 36.410 m2 dengan pihak YK SW. Ia menguraikan alasan-alasan keberatan akan rekomendasi BPK itu.
Surat tersebut ditandatangani oleh Ahok dengan cap Pemprov DKI. Surat juga ditembuskan kepada Ketua BPK RI, Wakil Ketua BPK RI, Para Anggota BPK RI, Inspektur Utama BPK RI, Auditor Utama Keuangan Negara V.
"Pelapor akan dipanggil untuk dimintai keterangan. Sampai hari ini, 8 bulan mereka tidak memanggil saya," kata Ahok saat menjelaskan surat itu dengan kesal di Balai Kota, Jl Medan Merdeka Selatan, Jakarta, Rabu (13/4) malam.
"Siapa bilang saya enggak ikuti cara Undang-undang buat menyurati mereka?" imbuhnya.
Ahok telah melayangkan surat aduan ke Mahkamah Etik BPK RI sejak 8 bulan lalu, namun hingga kini tak kunjung diproses. Ahok mengaku tak pernah sekalipun dipanggil untuk diklarfikasi atas aduannya.
Surat Ahok itu tertanggal 3 Agustus 2015. Dalam salinan surat yang diterima detikcom, Kamis (14/4/2016), terlihat keterangan surat bersifat segera.
Surat tersebut ditujukan kepada Ketua Majelis Kehormatan Kode Etik BPK RI. Di awal suratnya, Ahok mengapresiasi kinerja BPK. Namun pada butir kedua, mantan Bupati Belitung Timur itu mulai menyampaikan keberatannya.
"BPK perwakilan Provinsi DKI Jakarta tidak menyampaikan konsep laporan hasil pemriksaan dan usulan rekomendasi kepada Pemerintah Provinsi DKI Jakarta sebelum laporan hasil pemeriksaan diserahkan ke DPRD Provinsi DKI Jakarta, sehingga Pemerintah Provinsi DKI Jakarta tidak mendapat kesempatan untuk memperbaiki dan menanggapi konsep laporan hasil pemeriksaan (LHP) rekomendasi BPK," kata Ahok dalam suratnya.
Kemudian Ahok pun membeberkan sejumlah fakta yang tidak sesuai dengan hasil audit BPK, lengkap dengan pemaparan aturan terkait hal tersebut. Ia mencantumkan pasal 16 ayat 4 UU No. 15 Tahun 2004 tentang Pemeriksaan Pengelolaan dan Tanggung Jawab Keuangan Negara, yang berisi tanggapan pejabat pemerintah yang bertanggung jawab atas temuan, kesimpulan, dan rekomendasi pemeriksaan, dimuat atau dilampirkan pada laporan hasil pemeriksaan.
Ahok juga mencamtumkan Peraturan milik BPK sendiri Nomor 01 tahun 2007. Isinya pun mengenai tanggapan dari pejabat yang bertanggung jawab. Juga Keputusan BPK Nomor 4/K/I-XIII.2/7/2014 tentang petunjuk Pelaksanaan Pemeriksaan keuangan dengan aturan serupa.
"Pidato BPK pada acara penyerahan LHP dalam Rapat Paripurna Istimewa DPRD yang menyatakan bahwa sebelum LHP atas Laporan Keuangan Pemerintah Provinsi DKI Jakarta diserahkan, BPK telah meminta tanggapan pada Pemprov DKI Jakarta atas konsep rekomendasi BPK, termasuk rencana aksi atau action plan yang akan dilaksanakan oleh pihak Pemerintah Provinsi DKI Jakarta, agar tata kelola keuangannya menjadi lebih accountable," tulis Ahok.
Pada surat aduannya, Ahok menyatakan tidak sependapat dengan temuan BPK dan rekomendasi terhadap dirinya untuk melakukan upaya pembatalan pembelian tanah RS Sumber Waras seluas 36.410 m2 dengan pihak YK SW. Ia menguraikan alasan-alasan keberatan akan rekomendasi BPK itu.
Surat tersebut ditandatangani oleh Ahok dengan cap Pemprov DKI. Surat juga ditembuskan kepada Ketua BPK RI, Wakil Ketua BPK RI, Para Anggota BPK RI, Inspektur Utama BPK RI, Auditor Utama Keuangan Negara V.
"Pelapor akan dipanggil untuk dimintai keterangan. Sampai hari ini, 8 bulan mereka tidak memanggil saya," kata Ahok saat menjelaskan surat itu dengan kesal di Balai Kota, Jl Medan Merdeka Selatan, Jakarta, Rabu (13/4) malam.
"Siapa bilang saya enggak ikuti cara Undang-undang buat menyurati mereka?" imbuhnya.
sumber : detik.com