Presiden Joko Widodo resmi membuka Konvensi Nasional Indonesia Berkemajuan di Sportorium Universitas Muhammadiyah Yogyakarta (UMY) pada Senin, 23 Mei 2016, bersama seluruh jajaran Pimpinan Pusat Muhammadiyah. Jokowi hadir bersama Ketua MPR Zulkifli Hasan, Menteri Agama Lukman Hakim Saifuddin, serta Menteri Koordinator Pembangunan Manusia dan Kebudayaan Puan Maharani.
Di depan ribuan tokoh, pengurus, dan anggota Muhammadiyah, Jokowi berharap konvensi bertema “Jalan Perubahan Membangun Daya Saing Bangsa” itu bisa menguatkan mental kebangsaan. Dia berpendapat, Indonesia selama ini tertinggal dari banyak bangsa lain karena enam masalah: orang Indonesia tidak konsisten untuk bekerja keras, tak konsisten berpikir positif, tidak bekerja produktif, mudah membesar-besarkan masalah, berpikir menjelek-jelekkan, dan gemar mencemooh yang lain.
Jokowi mengingatkan Indonesia merupakan bangsa yang besar, tapi peringkat daya saingnya di ASEAN saja masih tertinggal oleh Singapura, Malaysia, dan Thailand. Karena itu, Jokowi menyerukan persatuan semua elemen bangsa untuk memperkuat modal sosial dalam memenangi kompetisi. "Jangan mau dipecah belah untuk kepentingan sempit dan tidak produktif. Musuh utama kita adalah kemiskinan dan keterbelakangan,” kata Jokowi.
Ketua Umum Pimpinan Pusat Muhammadiyah Haedar Nashir menyatakan konvensi yang digelar oleh organisasinya itu bukan ajang beradu retorika. Acara yang pertama kali digelar Muhammadiyah itu bertujuan memunculkan optimisme baru dalam penuntasan beragam masalah kebangsaan. “Muhammadiyah lebih suka berpikir dan bekerja,” ujar Haedar.
Haedar menegaskan, selama seabad terakhir, Muhammadiyah telah berupaya mencerdaskan bangsa dan menghadirkan Islam yang berkemajuan di Indonesia. Spirit sejarah ini, menurut dia, patut diwarisi sebagai karakter kebangsaan Indonesia yang berkomposisi majemuk. “Kami ingin Indonesia berani menghadapi masalah dengan cara cerdas, tanpa harus meratapi masalah itu,” ucapnya.
Dalam konvensi dua hari ini, para tokoh, pejabat negara, politikus, akademikus, dan cendekiawan dipastikan akan hadir. Pada konvensi hari pertama, mantan Wakil Presiden Boediono, mantan Ketua Majelis Ulama Indonesia (MUI) Din Syamsuddin, dan mantan Menteri Agama Malik Fadjar akan berbicara. Di hari yang sama, juga ada dialog kebangsaan yang menghadirkan pembicara dari Muhammadiyah, Nahdlatul Ulama, dan akademikus, yakni Buya Ahmad Syafii Maarif, Amien Rais, Jimly Ashiddiqie, dan Hasyim Muzadi.
Sedangkan pada konvensi hari kedua, beberapa kepala daerah yang selama ini terkenal berprestasi akan hadir membicarakan topik politik dan otonomi daerah, di antara Wali Kota Surabaya Tri Rismaharini, Wali Kota Bandung Ridwan Kamil, dan Bupati Bojonegoro Suyoto. Selain sejumlah tokoh itu, dua menteri juga dijadwalkan hadir dalam konvensi sebagai pembicara adalah Menteri Keuangan Bambang Permadi Soemantri Brodjonegoro serta Menteri Pendidikan dan Kebudayaan Anies Baswedan.
Sejumlah akademikus juga dipastikan akan turut menyampaikan materi dalam konvensi. Mereka antara lain pakar ekonomi Sri Adiningsih dan Lincolin Arsyad; pakar politik Purwo Santoso; mantan Ketua Komisi Pemberantasan Korupsi Busyro Muqoddas; mantan anggota Komisi Pemilihan Umum, Chusnul Mariyah; serta akademikus Chamamah Soeratno, Amien Abdullah, dan Siti Norjannah Djohantini.
sumber : tempo.co
Di depan ribuan tokoh, pengurus, dan anggota Muhammadiyah, Jokowi berharap konvensi bertema “Jalan Perubahan Membangun Daya Saing Bangsa” itu bisa menguatkan mental kebangsaan. Dia berpendapat, Indonesia selama ini tertinggal dari banyak bangsa lain karena enam masalah: orang Indonesia tidak konsisten untuk bekerja keras, tak konsisten berpikir positif, tidak bekerja produktif, mudah membesar-besarkan masalah, berpikir menjelek-jelekkan, dan gemar mencemooh yang lain.
Jokowi mengingatkan Indonesia merupakan bangsa yang besar, tapi peringkat daya saingnya di ASEAN saja masih tertinggal oleh Singapura, Malaysia, dan Thailand. Karena itu, Jokowi menyerukan persatuan semua elemen bangsa untuk memperkuat modal sosial dalam memenangi kompetisi. "Jangan mau dipecah belah untuk kepentingan sempit dan tidak produktif. Musuh utama kita adalah kemiskinan dan keterbelakangan,” kata Jokowi.
Ketua Umum Pimpinan Pusat Muhammadiyah Haedar Nashir menyatakan konvensi yang digelar oleh organisasinya itu bukan ajang beradu retorika. Acara yang pertama kali digelar Muhammadiyah itu bertujuan memunculkan optimisme baru dalam penuntasan beragam masalah kebangsaan. “Muhammadiyah lebih suka berpikir dan bekerja,” ujar Haedar.
Haedar menegaskan, selama seabad terakhir, Muhammadiyah telah berupaya mencerdaskan bangsa dan menghadirkan Islam yang berkemajuan di Indonesia. Spirit sejarah ini, menurut dia, patut diwarisi sebagai karakter kebangsaan Indonesia yang berkomposisi majemuk. “Kami ingin Indonesia berani menghadapi masalah dengan cara cerdas, tanpa harus meratapi masalah itu,” ucapnya.
Dalam konvensi dua hari ini, para tokoh, pejabat negara, politikus, akademikus, dan cendekiawan dipastikan akan hadir. Pada konvensi hari pertama, mantan Wakil Presiden Boediono, mantan Ketua Majelis Ulama Indonesia (MUI) Din Syamsuddin, dan mantan Menteri Agama Malik Fadjar akan berbicara. Di hari yang sama, juga ada dialog kebangsaan yang menghadirkan pembicara dari Muhammadiyah, Nahdlatul Ulama, dan akademikus, yakni Buya Ahmad Syafii Maarif, Amien Rais, Jimly Ashiddiqie, dan Hasyim Muzadi.
Sedangkan pada konvensi hari kedua, beberapa kepala daerah yang selama ini terkenal berprestasi akan hadir membicarakan topik politik dan otonomi daerah, di antara Wali Kota Surabaya Tri Rismaharini, Wali Kota Bandung Ridwan Kamil, dan Bupati Bojonegoro Suyoto. Selain sejumlah tokoh itu, dua menteri juga dijadwalkan hadir dalam konvensi sebagai pembicara adalah Menteri Keuangan Bambang Permadi Soemantri Brodjonegoro serta Menteri Pendidikan dan Kebudayaan Anies Baswedan.
Sejumlah akademikus juga dipastikan akan turut menyampaikan materi dalam konvensi. Mereka antara lain pakar ekonomi Sri Adiningsih dan Lincolin Arsyad; pakar politik Purwo Santoso; mantan Ketua Komisi Pemberantasan Korupsi Busyro Muqoddas; mantan anggota Komisi Pemilihan Umum, Chusnul Mariyah; serta akademikus Chamamah Soeratno, Amien Abdullah, dan Siti Norjannah Djohantini.
sumber : tempo.co