Seladi adalah anomali. Ia dianggap menyimpang karena perilakunya dianggap kebalikan dari citra polisi dan politisi negeri ini. Dan sebagai sesuatu yang unik, kabar tentang dirinya pun menjadi pemberitaan berbagai media.
Apa yang membuatnya istimewa? Bripka Seladi, anggota polisi di Polres Malang Kota, menyambi pekerjaan menjadi pengumpul sampah. Bagian ini masih biasa.
Yang luar biasa adalah kenyataan bahwa ia melakukan itu untuk memperoleh tambahan uang dengan cara halal. Bukan suap, bukan mencuri, bukan korupsi.
Padahal barangkali banyak kesempatan baginya mendapat uang dengan cara mudah. Ia tidak tergiur meskipun berdinas di lahan yang selama ini dikenal sebagai lahan "basah" di institusi kepolisian.
Seladi mengaku tidak mau menerima pemberian orang dengan tujuan tertentu dalam pengurusan SIM. Kalaupun ada yang memberi di rumah, kata Seladi, ia meminta sang anak mengembalikan pemberian itu.
Mungkin almarhum Gus Dur akan heran mendengar cerita Seladi andai beliau masih hidup. Dalam salah satu guyonannya, mantan Presiden RI itu pernah berkata, hanya ada tiga polisi jujur di Indonesia, yakni polisi tidur, patung polisi, dan Jendral Hoegeng yang pernah jadi Kapolri.
Anomali
Pendirian Seladi barangkali tidak aneh bila kita hidup di dunia yang ideal, di mana tak ada korupsi, suap atau kejahatan lain. Ia bakal nampak seperti hujan di bulan Januari. Normal, dan memang semestinya begitu.
Tapi saat fenomena Seladi menjadi pembicaraan dan kisahnya dibagikan ribuan orang di media sosial, kita tersadar bahwa ini kejadian langka. Bila ini biasa, tak bakal ia muncul di koran, TV dan internet.
Mengapa langka? Karena ternyata pada umumnya yang terjadi sebaliknya. Aparat menerima uang damai dianggap biasa. Hakim dan penegak hukum menerima pelicin dinilai wajar saja. Anggota dewan menerima suap, itu sah saja.
Begitu biasanya kita menerima berita soal “kejahatan” sampai-sampai hati kita tak terusik, bahkan tak peduli.
Atau mungkin sifat jahat, culas, curang, sudah ada sejak awal peradaban manusia, sehingga cerita semacam itu tak lagi mengherankan. Yang mengherankan justru kisah mereka-mereka yang menempuh jalan lurus.
sumber : wisnubrata/kompas.com
Apa yang membuatnya istimewa? Bripka Seladi, anggota polisi di Polres Malang Kota, menyambi pekerjaan menjadi pengumpul sampah. Bagian ini masih biasa.
Yang luar biasa adalah kenyataan bahwa ia melakukan itu untuk memperoleh tambahan uang dengan cara halal. Bukan suap, bukan mencuri, bukan korupsi.
Padahal barangkali banyak kesempatan baginya mendapat uang dengan cara mudah. Ia tidak tergiur meskipun berdinas di lahan yang selama ini dikenal sebagai lahan "basah" di institusi kepolisian.
Seladi mengaku tidak mau menerima pemberian orang dengan tujuan tertentu dalam pengurusan SIM. Kalaupun ada yang memberi di rumah, kata Seladi, ia meminta sang anak mengembalikan pemberian itu.
Mungkin almarhum Gus Dur akan heran mendengar cerita Seladi andai beliau masih hidup. Dalam salah satu guyonannya, mantan Presiden RI itu pernah berkata, hanya ada tiga polisi jujur di Indonesia, yakni polisi tidur, patung polisi, dan Jendral Hoegeng yang pernah jadi Kapolri.
Anomali
Pendirian Seladi barangkali tidak aneh bila kita hidup di dunia yang ideal, di mana tak ada korupsi, suap atau kejahatan lain. Ia bakal nampak seperti hujan di bulan Januari. Normal, dan memang semestinya begitu.
Tapi saat fenomena Seladi menjadi pembicaraan dan kisahnya dibagikan ribuan orang di media sosial, kita tersadar bahwa ini kejadian langka. Bila ini biasa, tak bakal ia muncul di koran, TV dan internet.
Mengapa langka? Karena ternyata pada umumnya yang terjadi sebaliknya. Aparat menerima uang damai dianggap biasa. Hakim dan penegak hukum menerima pelicin dinilai wajar saja. Anggota dewan menerima suap, itu sah saja.
Begitu biasanya kita menerima berita soal “kejahatan” sampai-sampai hati kita tak terusik, bahkan tak peduli.
Atau mungkin sifat jahat, culas, curang, sudah ada sejak awal peradaban manusia, sehingga cerita semacam itu tak lagi mengherankan. Yang mengherankan justru kisah mereka-mereka yang menempuh jalan lurus.
sumber : wisnubrata/kompas.com