Gubernur DKI Jakarta Basuki Tjahaja Purnama atau Ahok menjadi sorotan media ternama AS, New York Times. Dalam koran terbesar di AS itu cerita tentang Ahok berada dalam halaman A10 dengan judul: Run by Jakarta Governor Up ends Indonesia’s Party Politics.
Dalam laporan New York Times yang diterbitkan pada 5 Juni 2016, dijelaskan, sejak menjadi gubernur DKI Jakarta pada 2014 Ahok telah menunjukkan taring pada birokrat yang tak kompeten dan melakukan penyimpangan anggaran.
Namun kini, target barunya adalah mengguncang sistem politik oligarki yang sudah berakar di Indonesia. New York Times menyebut Ahok sebagai "orang luar" dalam politik sebab dia berasal dari kelompok minoritas. Ahok beretnis Tionghoa dan beragama Kristen di tengah-tengah penduduk Jakarta yang mayoritas beragama Islam.
Ahok dengan pilihannya melalui jalur independen untuk maju di Pilkada DKI Jakarta 2017 telah mengguncang sistem politik Indonesia.
Sejak Indonesia mulai menerapkan sistem pemilihan umum yang bebas pada akhir tahun 1990, calon independen sudah dipastikan kalah. Namun, kali ini Ahok justru mendapat banyak dukungan.
Padahal 10 partai di parlemen dikuasi oleh dinasti politik, mantan jenderal, dan taipan bisnis yang membiayai mereka. Sementara sisanya adalah kelompok berbasis Islam yang ideologi politiknya bisa berubah tergantung pada koalisi partai.
Koran dengan oplah terbesar di AS itu kemudian mengutip Charlotte Setijadi, periset di program Ilmu Indonesia di Institut Studi Asia Tenggara-Yusof Ishak yang berbasis di Singapura: "Ahok menjadi alternatif bagi warga yang sudah muak dengan sistem politik di Indonesia,".
"Saya pikir ini adalah gambaran yang bisa menolongnya dalam pemilihan gubernur," ucap Charlotte.
Dalam laporan New York Times dikatakan Ahok memilih jalur independen karena tak ingin memiliki nasib yang sama seperti Presiden Jokowi. Sebab meskipun menjadi presiden, Jokowi hanya 'petugas partai' dan kebijakannya kerap 'disembelih' oleh partai pendukungnya sendiri yaitu PDIP.
Ahok pun sempat menolak tawaran diusung oleh PDIP yang diketuai oleh Megawati Sukarnoputri. Sikap Ahok itu dinilai sebagai deparpolisasi oleh para politikus senior. Sebab dinilai dapat melemahkan peran partai politik.
Dalam laporan itu ditulis, Ahok telah merebut hati para anak muda dan warga kelas menengah ke bawah Jakarta. Mereka menyukai kebijakan Ahok seperti pembangunan MRT, pekerja penyapu jalan atau pasukan oranye, dan 'kartu pintar' untuk mensubsidi pelayanan kesehatan dan pendidikan bagi warga miskin.
Dalam beberapa survei menunjukkan Ahok jauh lebih unggul daripada kandidat gubernur lain. Bahkan lebih dari 80 persen pemilih ingin agar Ahok maju melalui jalur independen.
New York Times juga menyoroti TemanAhok. Menurut koran ini, para relawan Ahok ini memiliki peran besar untuk meloloskan mantan Bupati Belitung Timur itu dalam Pilkada DKI Jakarta.
TemanAhok mengatakan tidak akan berhenti sampai mendapat satu juta tanda tangan, yang harus diverifikasi oleh Komisi Pemilihan Umum.
Kumpulan relawan ini menjual merchandise seperti kaus, stiker, dan gelang untuk mencari dana agar terus dapat membiayai kegiatannya.
Kini partai politikpun berlomba-lomba mencari para penantang Ahok. Pada Pilkada DKI Jakarta 2012, Ahok yang kala itu menjadi calon wakil Jokowi diserang isu SARA oleh lawan politiknya. Namun, isu ini dipercaya tak akan mempan dalam Pilkada DKI 2017 nanti.
Sandiaga Uno, seorang pengusaha terkemuka yang kemungkinan menjadi salah satu lawan Ahok, telah mengakui bahwa pilihan Ahok melalui jalur independen ini seharusnya menggugah pendirian partai politik.
"Jika mereka tidak mendapatkan kandidat yang tepat yang didukung oleh rakyat, mereka akan menghadapi calon independen yang didukung rakyat. Partai politik harus menyiapkan strategi untuk menarik bakat terbaik," ujar Sandiaga.
sumber : liputan6.com
Dalam laporan New York Times yang diterbitkan pada 5 Juni 2016, dijelaskan, sejak menjadi gubernur DKI Jakarta pada 2014 Ahok telah menunjukkan taring pada birokrat yang tak kompeten dan melakukan penyimpangan anggaran.
Namun kini, target barunya adalah mengguncang sistem politik oligarki yang sudah berakar di Indonesia. New York Times menyebut Ahok sebagai "orang luar" dalam politik sebab dia berasal dari kelompok minoritas. Ahok beretnis Tionghoa dan beragama Kristen di tengah-tengah penduduk Jakarta yang mayoritas beragama Islam.
Ahok dengan pilihannya melalui jalur independen untuk maju di Pilkada DKI Jakarta 2017 telah mengguncang sistem politik Indonesia.
Sejak Indonesia mulai menerapkan sistem pemilihan umum yang bebas pada akhir tahun 1990, calon independen sudah dipastikan kalah. Namun, kali ini Ahok justru mendapat banyak dukungan.
Padahal 10 partai di parlemen dikuasi oleh dinasti politik, mantan jenderal, dan taipan bisnis yang membiayai mereka. Sementara sisanya adalah kelompok berbasis Islam yang ideologi politiknya bisa berubah tergantung pada koalisi partai.
Koran dengan oplah terbesar di AS itu kemudian mengutip Charlotte Setijadi, periset di program Ilmu Indonesia di Institut Studi Asia Tenggara-Yusof Ishak yang berbasis di Singapura: "Ahok menjadi alternatif bagi warga yang sudah muak dengan sistem politik di Indonesia,".
"Saya pikir ini adalah gambaran yang bisa menolongnya dalam pemilihan gubernur," ucap Charlotte.
Dalam laporan New York Times dikatakan Ahok memilih jalur independen karena tak ingin memiliki nasib yang sama seperti Presiden Jokowi. Sebab meskipun menjadi presiden, Jokowi hanya 'petugas partai' dan kebijakannya kerap 'disembelih' oleh partai pendukungnya sendiri yaitu PDIP.
Ahok pun sempat menolak tawaran diusung oleh PDIP yang diketuai oleh Megawati Sukarnoputri. Sikap Ahok itu dinilai sebagai deparpolisasi oleh para politikus senior. Sebab dinilai dapat melemahkan peran partai politik.
Dalam laporan itu ditulis, Ahok telah merebut hati para anak muda dan warga kelas menengah ke bawah Jakarta. Mereka menyukai kebijakan Ahok seperti pembangunan MRT, pekerja penyapu jalan atau pasukan oranye, dan 'kartu pintar' untuk mensubsidi pelayanan kesehatan dan pendidikan bagi warga miskin.
Dalam beberapa survei menunjukkan Ahok jauh lebih unggul daripada kandidat gubernur lain. Bahkan lebih dari 80 persen pemilih ingin agar Ahok maju melalui jalur independen.
New York Times juga menyoroti TemanAhok. Menurut koran ini, para relawan Ahok ini memiliki peran besar untuk meloloskan mantan Bupati Belitung Timur itu dalam Pilkada DKI Jakarta.
TemanAhok mengatakan tidak akan berhenti sampai mendapat satu juta tanda tangan, yang harus diverifikasi oleh Komisi Pemilihan Umum.
Kumpulan relawan ini menjual merchandise seperti kaus, stiker, dan gelang untuk mencari dana agar terus dapat membiayai kegiatannya.
Kini partai politikpun berlomba-lomba mencari para penantang Ahok. Pada Pilkada DKI Jakarta 2012, Ahok yang kala itu menjadi calon wakil Jokowi diserang isu SARA oleh lawan politiknya. Namun, isu ini dipercaya tak akan mempan dalam Pilkada DKI 2017 nanti.
Sandiaga Uno, seorang pengusaha terkemuka yang kemungkinan menjadi salah satu lawan Ahok, telah mengakui bahwa pilihan Ahok melalui jalur independen ini seharusnya menggugah pendirian partai politik.
"Jika mereka tidak mendapatkan kandidat yang tepat yang didukung oleh rakyat, mereka akan menghadapi calon independen yang didukung rakyat. Partai politik harus menyiapkan strategi untuk menarik bakat terbaik," ujar Sandiaga.
sumber : liputan6.com